Model Pembelajaran Humanistik


 Model Pembelajaran Humanistik

           Model pembelajaran humanistik memandang siswa sebagai subjek yang bebas untuk menentukan arah hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Beberapa pendekatan yang layak digunakan dalam metode ini  adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif.
a.       Pendekatan dialogis mengajak siswa untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Guru tidak bertindak sebagai guru yang hanya memberikan asupan materi yang dibutuhkan siswa secara keseluruhan, namun guru hanya berperan sebagai fasilitator dan partner dialog.
b.      Pendekatan reflektif mengajak siswa untuk berdialog dengan dirinya sendiri, artinya siswa ini dituntut untuk berkreativitas sendiri dalam kegiatan belajar yang dilakukannya tentunya dengan arahan dari guru.
c.       Pendekatan ekspresif mengajak siswa untuk mengekspresikan diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktulisasi diri). Dengan demikian guru tidak mengambil alih tanggung jawab, melainkan sekedar membantu, mendampingi dan mengarahkan siswa dalam proses perkambangan diri, penentuan sikap dan pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkan.

        Pendidikan humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Mendidik tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para siswa, namun merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuh kembangkan dirinya secaraoptimal sesuai dengan esensi pendidikan sendiri. Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampun seseorang menghadirkan diri sedemikian sehingga pendidik memiliki relasi bermakna pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuhkembangkan dirinya secara optimal menjadi pribadi dewasa dan matang. Maksudnya adalah pengarahan kepada siswa bahwa mereka memang membutuhkan pendidikan dan terus membangun karakter siswa. Guru membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki agar mereka dapat lebih leluasa mengembangkan potensi yang dimilikinya. Di sini sikap kita sebagai seorang guru sudah selayaknya menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya. Komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan humanistik ini, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif, siswa akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya, dan kemudian memfungsikan dirinya di dalam masyarakat secara optimal karena itulah indikator penting yang harus dicapai karena merupakan tujuan sejati dari pendidikan. Pada realitanya memang masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap humanis.



Berikut ini dijelaskan secara ringkas beberapa model pembelajaran humanistik :
1.      Humanizing of the classroom, pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri sebagai suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.
2.      Active learning, menjelaskan bahwa belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham, dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif cenderung bersifat, menyenangkan, menarik, dan menuntut siswa untuk cepat.
3.      Quantum learning, merupakan cara pengubahan bermacam-macam interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Dalam prakteknya, quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secarabaik, maka mereka akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya dengan hasil mendapatkan prestasi bagus. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga jembatan yang ada di otak akan mampu menyerap informasi baru dan dapat terekam dengan baik.
4.      The accelerated learning, merupakan pembelajaran yang berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan. Dalam model ini, guru diharapkan mampu mengelola kelas menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI). Somatic dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan berbuat). Auditory adalalah learning by talking and hearing (belajar dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing and picturing (belajar dengan mengamati dan mengambarkan). Intellectual maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar